(Dialog Interaktif Antarkita)
Topik Dialog : Seks, Tuhan dan Negara
Pemateri : Aliyah Sukma
Moderator : Miftahul Janna
Seks, Tuhan, dan Negara merupakan buku yang ditulis oleh Soe Tjen Marching, perempuan asal Indonesia yang dikenal sebagai tokoh feminis, penulis, dan seorang komposer musik di Indonesia. Hadirnya buku ini berawal dari sudut pandang penulis yang cukup miris dengan isu seks yang sering kali menjadikan perempuan sebagai subjek utama stigma negatif masyarakat. Menurutnya, seks selalu diartikan sebagai hal yang tabu, namun negara dan Tuhan gemar sekali mengaturnya, terutama terhadap perempuan. Perempuanlah yang sering kali menjadi sasaran berbagai peraturan tentang pakaian dan perilaku seksual. Hal ini menandakan bahwa bila akal budi sudah dipenuhi oleh dogma, bila cara berfikir sudah dibentuk oleh penguasa maka akan mudah dikendalikan untuk memenuhi tujuan tertentu. Karenanya, penulis melalui kata-katanya mencoba melawan berbagai propaganda dan dogma tersebut.
Buku dengan tampilan sampul merah ini merupakan kumpulan artikel yang beberapa di antaranya membahas tentang Undang-undang pornografi, gender, feminisme, aborsi, kasus Luna Maya dan Ariel yang dianggap sebagai pendidikan seks untuk Indonesia, bahaya pengutukan seks bebas, dan beberapa sub bab lain yang dibahas di dalamnya. Namun dalam dialog kali ini, hanya terdapat tiga sub bab yang menjadi fokus perhatian forum, yakni perbedaan gender dan seks, tumpang tindih education seks pada anak-anak, serta korelasi seks, Tuhan, dan Negara.
Saat dialog berlangsung, ternyata masih banyak peserta yang belum bisa membedakan antara gender dan seks. Sebagian besar dari mereka berpendapat bahwa gender merupakan ciri biologis yang menjadi pembeda antara laki-laki dan perempuan, sedangkan seks adalah suatu hal yang berkaitan dengan ‘hubungan badan’. Setelah peserta kembali berdialog guna menemukan perbedaan mendasar antarkeduanya, disimpulkan bahwa gender adalah hal yang berbicara tentang perbedaan sifat dan perilaku laki-laki dan perempuan. Adapun seks merupakan sesuatu yang dibawa dari lahir, artinya sesuatu yang tidak bisa diubah tersebut itulah yang menjadi pembeda antara laki-laki dan perempuan.
Selanjutnya, pembicaraan beralih pada topik lain yang dimulai dengan pertanyaan “Mengapa anak-anak ketika diajarkan tentang seks education membuat mereka justru tertarik melakukan seks?” Hal ini sejalan dengan pertanyaan “Mengapa ketika regulasi tentang seks diperketat malah membuat kasus seks semakin tinggi? Sebaliknya, ketika regulasi tersebut tidak ada justru membuat angka kasus seks menurun?”
Pertanyaan-pertanyaan di atas sebenarnya hanya memiliki satu jawaban, yakni penasaran. Seseorang akan terus mencari tahu ketika banyak batasan, pantangan, dan larangan yang terus disuarakan. Hingga akhirnya, ketika naluri dan hawa nafsu datang mereka akan mulai mencoba dan terus melakukan.
Terakhir, dialog interaktif ditutup dengan pembahasan tentang korelasi dari judul buku, yakni seks, Tuhan, dan Negara. Di tengah dialog, terdapat salah seorang peserta yang mengungkit bahwasanya Negara sering menjadikan Tuhan sebagai pembenar atas aturan yang dibuat. Padahal, aturan-aturan tersebut pada hakikatnya tidak sejalan/keliru dengan aturan yang dibuat oleh Tuhan.
Berangkat dari pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa korelasi yang terjadi antara seks, Tuhan dan Negara ini adalah terkadang aturan tentang seks yang dibuat Negara seakan-akan menjadikan Tuhan sebagai pembenarnya, dimana perempuan dijadikan sasaran berbagai peraturan tentang pakaian dan perilaku seksual, mulai dari menutupi anggota tubuh tertentu, menjaga keperawanan, dan mengikuti lebih banyak aturan daripada laki-laki. Padahal dalam aturan Tuhan, tidak sepenuhnya perempuan yang dituntut untuk menjaga diri karena laki-laki pun perlu menjaga diri dan pandangannya guna menghindari seks yang tidak diinginkan.
Penulis : Miftahul Janna.
1 Komentar
Tulisan yang menarik, mampu menyimpulkan hal-hal yang menjadi poin pembahasan.
BalasHapus